Kisah Klasik Berdirinya Ummul Quro

Konon dimasa akhir abad 19-an  disebagian cerita babat tanah Probolinggo kurun perjuangan kemerdekaan, tepatnya di desa Kebun Agung (Kramat Agung) entah bagaimana ihwalnya wallahu a’lam datanglah musafir bernama Ky. Abdul Manan bin Panyik bin Mushor (Asror) dan masih keturunan (Ratu Sumenep) yang InsyaAllah masih segaris nasab dengan KH. Kholil Demanagan Barat Bangkalan (sepupu). Beliau bercita-cita memperjuangkan  nasib masyarakat sekitarnya dari kebodohan, keterbelakanagan dan tekanan penjajah dan yang terutama syi’ar agama. Di desa Kramat Agung selain berdakwah juga bercocok tanam dan berdagang. Beliau menikahi salah satu putri tokoh masyarakat di sana yang bernama  Ny. Embuh binti biyung Tempo, dari pernikahan ini beliau dikaruniahi 3 orang putra dan seorang putri, (Ra Denu/K. Tambak) K. Panggung (Ra Macan ) KH. Kholil (Ra Gilap) Hj. Nyai Ajeng Mutmainnah. Namun tidak berapa lama Nyai Embuh wafat. Kemudian menikah lagi dengan Nyai Asiroh (Kerpangan) binti Rombati binti Remuh Madura. Dari pernikahan ini beliau dikaruniahi 2 putra dan 3 orang putri, KH. Yasin (Besuk), Hj. Nyai Siti (Kerpangan), Hj. Nyai Anwar Hanifah (Kropak), Ny. Sholeha (Kerpangan), Ny. Kholifatun (dulu Kropak) dan H. As’ari (Clarak).
            Dari keturunan K.Abdul Mannan inilah nantinya yang menjadi cikal bakal maraknya syi’ar Islam di daerah Bantaran, Leces dan sekitarnya, termasuk Ummul Quro dari kesekian putra putri beliau rata-rata telah mempunyai santri dan lapangan perjuangn, kecuali KH. Kholil (Ra Gilap) dikarenakan menjadi Kepala Desa di Kramat Agung. Namun Ra Gilap tidaklah ciut dengan cita-cita ayahandanya, beliau telah mempunyai  menantu KH. Masyhud dari Sidoarjo. Belaiu ini salah seorang tokoh yang ikut andil dalam pendirian madrasah Miftahul Ulum Sidogiri Al-Ma’had Pasuruan. Dari KH. Masyhud inilah merupakan pencetus ide pertama untuk mendirikan lembaga pendidikan (madrasah). Maka tidak berapa lama dari itu madrasah dengan sarana prasarana yang masih sederhana di sebelah barat rumah beliau (rumah Ra Gilap). KH. Masyhud berjuang bersama-sama khususnya keluarga KH. Mas Sholeh Mudzakkir dan KH. Saiful Islam(Keduanya menantu ipar Nyai Ajeng yang sebenarnya menantu Nyai Kholifatun adiknya sendiri yang dijadikan anak angkat Nyai Ajeng yang tidak punya keturunan). Kemudian sekitar tahun 1951 Madrasah ini belum ada namanya. Barulah pada tahun 1951 KH. Masyhud menunaikan ibadah Haji untuk pertama kalinya, sekaligus mengemban amanat keluarga untuk mengistikhoroi nama madrasah. Beliau beristikhoroh di depan Baitullah dalam istikhorohnya KH. Masyhud melihat lembaran-lembaran kayu beterbangan dan berserakan di depan Baitullah Al-Mukarromah dan MasyaAllah lembaran tersebut tersebut memncarkan sinar bertuliskan Ummul Quro.
            Sepulangnya dari Baitullah Beliau mengadakan musyawarah keluarga. Dengan kesepakatan keluarga sejak saat itu nama madrasah resmi bernma Ummul Quro. Dalam berjuang KH. Masyhud di bantu oleh KH. Mas Sholeh Mudzakkir dan KH. Saiful Islam dan juga dibantu oleh para Ustadz Kyai Bahri, Khadnan, Kyai Nur Hasan serta masyarakat sekitarnya. Pada tahun 1959 Ummul Quro mendapat piagam dari Pemerintah RI dan itu juga KH. Masyhud bertambah sibuk di Partai NU. Dan berkat karir prestasi beliau, KH. Masyhud diangkat di DPRD II dan terus menanjak sampai akhirnya di DPR Pusat sampai akhir tahun 90-an.
            Kemudian estafet perjuangan diserahkan kepada KH. Hasyim mertua dari KH. Mas Sholeh Mudzakkir (Pendiri Pondok Pesantren Nahdlatul Muta’allimin Kropak Bantaran) dan KH. Saiful Islam (Pendiri pondok Pesantren Al-Hikmah) untuk melanjutkan perjuangan, yang dibantu oleh para putra-putri beliau berikut para menntunya, antara lain Ra Suhud, Nyai Juharo, Kyai Mahfud dan Kyai Abdul Ghoni Baidhowi. Kemudian atas inisiatif keluarga pada saat itu juga lokasi pendidikan dialihkan ke sebelah barat lagi tepatnya lingkungan rumah Hj. Ny. Ajeng Mutmainnah dan Ny. Kholifatun, yang mana disana sudah terdapat pesantren yang diasuh oleh KH. Muntaha dan KH. Hasyim. Kedua Syaihk ini tidak lain adalah mertua KH. Mas Sholeh Mudzakkir dan KH. Saiful Islam.
            Kemudian kedua Syaihk ini yang sudah usia udzur menyerahkan dan mempercayai KH. Mas Sholeh Mudzakkir dan KH. Saiful Islam untuk melanjutkan perjuangan yang sudah ada. Maka mulailah kedua tokoh ini melaksanakan amanat dari sang mertua. Perjalanan beliau berdua penuh cobaan dan rintangan. Tak berapa lama mendung kelabu bergulung di atas bumi Kropak. Sang pejuang para dhurriyah secara bergantian dipanggil ke rahmatullah oleh Sang Kholiknya. Mula-mula Ra Gilap, KH. Muntaha, Ny. Kholifatun, dan yang terakhir adalah Hj. Ny. Ajeng Mutmainnah yang tersisa hanya KH. Hasyim yang usianya sudah udzur dalam perjuangannya kedua tokoh ini selalu mendapat pantauan sang mertua bekiau KH. Hasyim yang sudah pindah ke Randu Pangger (KH. Hasyim ini  masih sepupu ayah kandung            KH. Mas  Zayadi Pengasuh Pondok Pesantren Zainul Islah Kanigaran Probolinggo).

Masa Kepemimpinan Kyai  Mahfudz
(Kraton Pasuruan)

            Pada pertengahan tahun 60-an KH. Mas Sholeh Mudzakkir mulai sibuk dinas negeri di KUA yang tidak mungkin akan mengasuh lembaga pendidikan secara aktif, sehingga dengan sepenuh hati KH. Mas Sholeh Mudzakkir menyerahkan pendidikan kepada adik iparnya :  KH. Saiful Islam yang pada waktu itu KH. Saiful Islam juga sedang sibuk-sibuknya mengurusi Jam’iyah Thoriqih Mu’tabarah Qodhiriyah wan Naqsabandiyah. Sekaligus sebagai Kholifahnya KH. Musta’in Romli untuk Daerah Probolinggo dan sekitarnya. Akan tetapi KH. Saiful Islam mempunyai firasat bahwa menantu pertamanya yang bernama Kyai Mahfud (masih keponakan KH. Mas Sholeh Mudzakkir) mampu menjalankan roda pendidikan dan pondok pesantre. Maka dengan disertai musyawarah keluarga KH. Saiful Islam menyerahkan sepenuhnya kepada Kyai Mahfudz sekitar tahun 1962. Selama pendidikan dipegang Kyai Mahfudz inilah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Dalam perjuangannya selain dibantu para keluarga dan asatidz yang ada juga dibantu oleh seorang tokoh yang bernama Drs. KH. Munir (Penerjemah kitab si’ir Tsamrotul Fikriyah) dan sepindahnya dari tugas di Bantaran beliau jadi thabib dan juga seorang Dosen di Daerah jombang. Selama pendidikan dipegang Kyai Mahfudz santri yang asalnya 50 anak membengkak cepat 300-an lebih, yang berdatangan dari daerah Bantaran dan sekitarnya. Namun selang beberapa tahun kira-kira tahun 1969 Kyai mahfudz berpulang ke rahmatullah,  sehingga Ummul Quro mengalami stagnasi dan transisi. Lembaga pendidikan sepeninggal Kyai mahfudz sangat terpuruk santripun turu drastis. Sedangkan putra putri beliau masih belia semua antara lain : Ning Mutmainnah Shohifah, Mas Ahsanul Qori’in, dan Ning Umi Khoirotuz Zakiyah. Dan kemudian lembaga pendidikan tersebut dipegang lagi oleh KH. Saiful Islam yang dibantu oleh menantu keduanya Kyai Hafidzi Harits dari Triwungan Probolinggo dan Ra Suhud (putranya Musayyaroh dengan Kyai Makki) namun mengingat jarak kediaman KH. Saiful Islam dengan lokasi pendidikan agak jauh dan kesibukannya di Jam’iyah Thoriqoh tidak memungkinkan menyempurnakan andil dalam proses belajar mengajar. Maka pada tahun 1973 KH. Syaiful Islam menantu lagi yang bernama Kyai Nurkhotib bin Rohmah binti Fathonah binti Salbiyah (kakak kandung Nyai Asfiah / Embah gondang istri KH. Nawawi Sidogiri) binti KH.Sholeh Gondang Winongan Pasuruan (kakek Mas Sa’dullah Nawawi Sidogiri Al-Ma’had).

Masa Kepemimpinan K.Nurkhotib / Makhfudz
(Kalipang Grati Pasuruan) dan K.Syaifullah Arif (Kraton pasuruan

K.Nurkhotib mulai menata kembali kepada porsi-porsi yang sebenarnya, tentunya tidak semudah membalikkan telapak tangan. Karena begitulah kedatangan K.Nurkhotib, lembaga pendidikan dalam keadaan  porak-poranda. Antara lain tantangan dan cobaan yang menerpanya, Ummul Quro tersabotase dari belakang, gedung madrasah ditutup dengan alasan diliburkan seterusnya. Sekembalinya K. Nurkhotib di Kroapk sangatlah terkejut melihat di madrasah ada tulisan libur seterusnya. Kemudian K. Nurkhotib dengan kesigapannya bertindak bersama keluarga dan sebagian pejuang Ummul Quro lainnya. Seperti adik iparnya K. Hafidzi, K. Muhtar Shiddiq, BA, dari Cilacap Jawa Tengah, Ustadz Masduki dan ustadz Qodir serta Nyai Halimatus sa’diyyah dll. Membuka lagi madrasah Ummul Quro. Kemudian cobaan datang lagi dan perjalanan perjuangan K. Nurkhotib. Pada tahun 1975 separo dari gedung madrasah roboh sedang lainnya dalam keadaan memprihatinkan. Namun K. Nurkhotib terus menerjang badai-badai yang sengaja dibuat oleh oknum-oknum yang ingin menghancurkan pendidikan Ummul Quro. Dari tahun 1975 sampai 1983 lembaga pendidikan ini terus mendapakan rongrongan yang semakin gencar. Barulah pada akhir tahun 1983 datanglah menantu K. Mahfudz sebagai pembantu K. Nurkhotib dalam berjuang. Dan pada waktu itu murid yang ada +- 50 anak, semua ini hanya sampai tingkat kelas satu sampai kelas empat dengan hanya khusus diniyyah. Dan pada tahun 1983 sampai 1984 Ummul Quro turut mengikuti ujian negara, dan berhasil meluluska 30 anak tingkat Ibtidaiyah. Pada tahun 1984 sampai 1985 lahirlah jenjang  Madrasah Tsanawiyah yang dipelopori dari Depag. Kyai Nurkhotib, Kyai Hafidzi, Kyai Muhtar dan terutama menantunya KH. Saifullah Arif pada tahun 1990 sampai 1991 berdirilah Madrasah Aliyah  yang dipelopori oleh K. Nurkhotib dan KH.Saifullah Arif, dalam pendirian MA. Ini penuh lika-liku rintangan, namun akhirnya tercapai juga. Semuanya setelah mendapat restu dari KH. Mas Sholeh Mudzakkir dan KH. Saiful Islam berikut semua majlis keluarga. Dan KH. Mas Sholeh Mudzakkir sempat mengatakan cita-citanya  sampai pada tingkat MA. Lain halnya dengan KH. Saiful Islam yang mengatakan dari tingkat Raudlatul Atfal (RA/TK) sampai pada  Tarbiyatul Muta’allimin/Perguruan Tinggi (Allahumma Taqabbalalallahu). Pada awal tahun 90-an Sang Hero pencetus istikhoroh nama Ummul Quro KH. Mahfud wafat, dan akhir tahu 1994 KH. Mas Sholeh Mudzakkir wafat, disusul kemudian diawal tahun 1995 KH. Saiful Islam wafat (Allahummagh Firlahu).
            Demikianlah perjalanan Ummul Quro pada masa Kyai Nurkhotib Makhfudz dan KH Syaifullah Arif sampai sekarang. (Kyai Nurkhotib nama aslinya Makhfudz),  Kyai Nurkhotib punya dua orang putra, Moh. A. Mujib Makhfudz Jauhari dan Moh. Yasin Zainul Arifin.

Kisah Berdirinya Yayasan Bani Hasyim

            Seiring dengan bergulirnya waktu yang berotasi, dalam kehidupan ini Pondok Pesantren Ummul Quro turut mengayuh roda perjuangan dalam membenahi diri  menapaki lorong-lorong perjalanan zaman.
            Kemudian untuk menyempurnakan lembaga yang ada dan sebagai solusi  keberadaannya pondok pesantren Ummul Quro harus mempunyai yayasan yang nantinya dapat memperluas porsi jangkaunya. Maka sesuai musyawarah keluarga KH.syaiful Islam khususnya putri sulungnya yang bernama Nyai Juharotul Khoiriyah menganjurkan untuk istikhoroh keluarga. Selang beberapa waktu yang tidak begitu lama  salah seorang menantu KH. Saiful Islam yang bernama K. Nurkhotib bermimpi didatangi almarhuum K. Hasyim dan memberikan tongkat estafet perjuangan kepadanya dan dengan kesepakatan keluarga sesuai  hasil istikhoroh berdirilah Yayasan Bani Hasyim.
            Dengan itu mulailah K. nurkhotib dan para dzurriyah khususnya menntu pertamanya yang bernama K. Saifullah Arif dari Kraton Pasuruan terus membangun Ummul Quro sampai sekarang. Menantu inilah yang menjadi  figur lapangan perjuangan kemajuan Ummul Quro, sedang K. Nurkhotib dan Nyai Jauharotul  Khoiriyah bertindak sebagai Nahkoda pengawasan.
            Demikianlah perjalanan Ummul Quro, sekarang K. Nurkhotib telah berpulang ke Rahmatullah juga sehingga tumpuan estafet  dipegang oleh KH. Saifullah Arif baik sebagai Pengasuh Pondok Pesantren Ummul Quro maupun Ketua Yayasan Bani Hasyim. Kemjuan demi kemajuan mulai nampak, secara fisik dan aktifitas pendidikan semakin marak.
            Kemajuan yang sekarang dicapai Ummul Quro antara lain sebagai berikut :
1.       Pon. Pes. Ummul  Quro (Putra-Putri)
2.       Lembaga Kurikulum Diniyyah
3.       Lembaga Kurikulum Ma’arif
4.       Lembaga Kurikulum Depag
a.  MI. Ummul Quro
b.  MTs. Ummul Quro
c.   MA. Ummul Quro
5.       Lembaga Pendidikan Kurikulum Diknas
a.   TK. Islam Miftahul Arifin
b.   SD Islam Miftahul Arifin
c.    SMP Islam Miftahul Arifin
d.    SMU Islam Miftahul Arifin
6.       Pengajian Umum Kitab kuning
7.       Tartilul Qur’an
8.       Jam’iyyatul Qurra’
9.       DPD II JATMI (Jam’iyyah Thoriqoh Mu’tabaroh Indonesia)
10.   Pagar Nusa
11.   Keseni
an Hadroh
12.   Kepramukaan dan Bakthi Sosial, dll.
Dengan demikian kita semua yang pernah mengais da menimba ilmu beliau para masyayihk Ummul quro dapat mempelajari da mengambil hikmahnya. Dan senatiasa kita yang lemah dalam membalas jasa, mari kita berdo’a semoga beliau mendapatkan tempat yang layak disisi Allah SWT. Amin yaa rabal Alamin.

Probolinggo, 18 Mei 2006
Disalin dari Buku Lie Azm 2002 Purna Siswa IIIA MTs. Ummul Quro
Hasil Karya M. Mudjib Mahfudz Jauhari Kropak Probolinggo.

Posting Komentar

0 Komentar